masukkan script iklan disini
REPETISI.NET - SUMENEP - Usulan Honorer Menjadi PPPK Tak Merata, 498 Guru Honorer Tak Diusulkan, Sekretariat DPRD Sumenep Malah Mengusulkan Tenaga Outsourcing jadi PPPK, menuai sorotan tajam dari publik. Kebijakan pengajuan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu di Kabupaten Sumenep dinilai tidak konsisten dan memicu kontroversi.
Sekretariat DPRD Sumenep menjadi salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang kedapatan mengusulkan tenaga outsourcing sebagai PPPK. Padahal, definisi honorer dan outsourcing jelas berbeda, termasuk dasar hukum yang mengatur keduanya. Outsourcing yang dimaksud berasal dari tenaga kebersihan dan petugas keamanan, yang bekerja berdasarkan kontrak perusahaan namun ditugaskan di lingkungan DPRD.
“Ini sangat lucu. Apakah mereka tidak tahu tentang dasar hukum mekanisme pengusulan honorer menjadi PPPK, entahlah,” kata salah satu pihak yang menyoroti kebijakan itu.
Kritik makin keras ketika muncul informasi bahwa tenaga ahli fraksi juga ikut diusulkan menjadi PPPK. Jabatan tenaga ahli ini sejatinya melekat pada kepentingan politik, karena setiap pergantian anggota fraksi pasca pemilu biasanya diikuti oleh pergantian tenaga ahli.
Di sisi lain, polemik kian memanas karena data menunjukkan ada 498 guru honorer yang tidak diusulkan dalam formasi PPPK tahun ini. Dari total 2.119 guru honorer, Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep hanya mengajukan 1.621 orang.
Seorang guru honorer yang enggan disebut namanya mengaku kecewa berat. “Semestinya semua guru honorer diajukan, bukan hanya sebagian. Ada yang diprioritaskan, sementara kami seperti diabaikan. Bagaimana nasib ratusan guru yang tidak masuk usulan?” ujarnya, Sabtu (20/9).
Guru tersebut bersama rekan-rekannya bahkan berencana menggelar demonstrasi di depan kantor Disdik pada Senin (22/9). Mereka menuntut kepastian nasib, mengingat status Non ASN resmi akan dihapus tahun depan. “Kami benar-benar terombang-ambing. Kami hanya butuh kepedulian dan kepastian dari Disdik,” imbuhnya dengan nada emosional.
Menanggapi polemik itu, Kepala Disdik Sumenep, Agus Dwi Saputra, menegaskan bahwa pengusulan PPPK Paruh Waktu telah dihentikan. Ia berdalih, mekanisme pengajuan dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing satuan pendidikan.
“Permasalahannya ada pada kebutuhan. Jika formasi di satuan pendidikan sudah penuh, tidak mungkin ditambah lagi,” jelas Agus, Jumat (19/9).
Kebijakan ini terus memantik perdebatan, baik dari kalangan guru honorer maupun publik yang menilai adanya kejanggalan dalam proses pengusulan PPPK di Kabupaten Sumenep.
Kritik makin keras ketika muncul informasi bahwa tenaga ahli fraksi juga ikut diusulkan menjadi PPPK. Jabatan tenaga ahli ini sejatinya melekat pada kepentingan politik, karena setiap pergantian anggota fraksi pasca pemilu biasanya diikuti oleh pergantian tenaga ahli.
Di sisi lain, polemik kian memanas karena data menunjukkan ada 498 guru honorer yang tidak diusulkan dalam formasi PPPK tahun ini. Dari total 2.119 guru honorer, Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep hanya mengajukan 1.621 orang.
Seorang guru honorer yang enggan disebut namanya mengaku kecewa berat. “Semestinya semua guru honorer diajukan, bukan hanya sebagian. Ada yang diprioritaskan, sementara kami seperti diabaikan. Bagaimana nasib ratusan guru yang tidak masuk usulan?” ujarnya, Sabtu (20/9).
Guru tersebut bersama rekan-rekannya bahkan berencana menggelar demonstrasi di depan kantor Disdik pada Senin (22/9). Mereka menuntut kepastian nasib, mengingat status Non ASN resmi akan dihapus tahun depan. “Kami benar-benar terombang-ambing. Kami hanya butuh kepedulian dan kepastian dari Disdik,” imbuhnya dengan nada emosional.
Menanggapi polemik itu, Kepala Disdik Sumenep, Agus Dwi Saputra, menegaskan bahwa pengusulan PPPK Paruh Waktu telah dihentikan. Ia berdalih, mekanisme pengajuan dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing satuan pendidikan.
“Permasalahannya ada pada kebutuhan. Jika formasi di satuan pendidikan sudah penuh, tidak mungkin ditambah lagi,” jelas Agus, Jumat (19/9).
Kebijakan ini terus memantik perdebatan, baik dari kalangan guru honorer maupun publik yang menilai adanya kejanggalan dalam proses pengusulan PPPK di Kabupaten Sumenep.
(*)