masukkan script iklan disini
REPETISI.NET - Kasus nasi basi dan berulat dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep, meledak jadi isu panas. Makanan yang dibagikan ke siswa sekolah dasar ditemukan tak layak konsumsi. Wali murid marah, DPRD bicara, publik ikut melawan.
Anggota DPRD Sumenep dari Dapil III, M. Ramzi, menilai insiden ini bukan sekadar masalah teknis. “Ini adalah indikasi kuat bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan MBG sangat lemah,” ujarnya pada Jumat, 12 September 2025.
Program MBG, yang sejatinya bertujuan memberi gizi sehat untuk anak-anak, justru berubah jadi ancaman. “Kalau nasi sudah basi dan berulat, ini bukan lagi soal ‘tidak bergizi’. Ini bisa jadi kasus keracunan, seperti yang pernah terjadi di Pamekasan,” kata Ramzi.
Ia menuding program ini lebih dikejar sebatas laporan administratif ketimbang upaya nyata melindungi kesehatan anak. “Program ini harus berorientasi pada manfaat, bukan hanya laporan. Jika tidak, kita sedang membahayakan generasi penerus,” tegasnya.
Ramzi meminta Dinas Pendidikan dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) melakukan evaluasi menyeluruh. “Pengawasan harus ketat, mulai dari proses masak, penyimpanan, hingga distribusi. Jangan sampai ada lagi makanan yang tidak layak disantap anak-anak,” katanya.
Namun suara publik justru balik mengkritik DPRD. Sejumlah warga menilai Ramzi tak cukup hanya bersuara. “DPRD Sumenep jangan cuma bisa menilai. Ramzi sebagai anggota Komisi IV seharusnya turun melakukan pengawasan ke sekolah-sekolah, bukan hanya bicara dari balik meja,” ujar seorang wali murid saat ditanya tim Repetisi Net.
Menurut warga, program MBG memang nasional. Tapi begitu dijalankan di Sumenep, DPRD tanpa diminta wajib mengawasi. “Ramzi harus tahu apa yang harus dilakukan, bukan hanya jadi tukang kritik demi panggung, seolah peduli padahal nyatanya tidak berbuat apa-apa,” tambahnya.
Publik berharap DPRD dan Pemkab Sumenep segera duduk bersama mencari solusi agar insiden nasi basi tidak terulang. Program MBG diharapkan benar-benar kembali ke tujuan awal: memastikan anak-anak sekolah mendapatkan makanan sehat, aman, dan bergizi—bukan justru mengancam masa depan mereka.
(*)